Ternyata menyapih itu rasanya.........Woooww

Tidak terasa sudah dua tahun lebih sejak saya melahirkan Narend, dan tidak terasa pula sudah dua bulan lebih blog ini tidak terjamah. Waks...malasnya saya...

Jadi setelah Narend berumur dua tahun, mulailah orang-orang sekeliling sibuk menasehati saya supaya segera menyapih Narend.
"Sudah besar, nanti keterusan lho. Malu kan dah mo sekolah masih nenen."
Oia, saya hanya menganggukkan kepala. Galau. Sebenarnya memang sudah waktunya Narend disapih, tapi kelihatannya ntu anak masih sangat doyan nenen. Dan saya pun, sebenarnya agak kurang rela melepaskan masa-masa indah menyusui yang kami lalui bersama. Ditambah lagi saya bingung harus menyapih dengan cara apa yang nyaman untuk Narend.
Makin hari, desakan untuk segera menyapih makin bertubi-tubi. Ya dari orang tua saya, dari mertua, ipar, suami bahkan tetangga dan sahabat pun urun berkomentar. Ibu mertua dan suami saya bahkan sudah siap memanggil seorang dukun bayi yang "konon" punya jampi manjur buat nyapih lho. Duh, makin dilema jadinya. Akhirnya, saking pendeknya pikiran saya menghadapi rayuan yang makin gencar buat nyapih Narend, saya putuskan untuk memasang plester di payudara, seolah-olah sedang luka. 

Dan betul saja, waktu Narend datang dengan semangat membara mau nenen, dia langsung mundur dan memandang saya dengan pandangan bertanya. Agak shock juga kelihatannya.
"Nenen-nya sakit. Narend nggak usah nenen dulu ya." Saya coba kasih penjelasan ke dia.
Narend kelihatannya belum terlalu paham. Dia masih mengulang perkataan saya, sambil memandang sendu ke arah payudara berplester yang kini sudah tidak bisa dia nenen lagi. Nelangsa betul melihat anak sendiri begitu.

Tapi malam itu berlalu dengan sukses. Narend tidur tanpa nenen. Keesokan harinya, Narend masih merengek minta nenen. Saya terlanjur nggak tega dan membiarkan nenen dari payudara yang satu, sambil mencoba memberi pengertian kalau nenen ibu sakit jadi Narend mulai sekarang nggak usah nenen nanti ibu buatkan susu. Saya kira, ini tahap awal yang baik dan saya berhasil menyapih. Tapi nyatanya salah.

Semenjak itu, saya perhatikan ada hal yang berbeda pada Narend. Dia memang tidak menangis meraung-raung, tidak rewel. Tapi dia juga tidak lagi seaktif dulu, nafsu makan juga merosot. Dan agak sedikit membangkang, yah bisa dibilang begitulah. Soalnya dulu, seaktif-aktifnya Narend, dia masih menurut saat ajak mandi, dia sudah mulai pintar membuka baju sendiri. Rasa ingin tahunya juga tinggi, tapi tetap menurut saat saya bilang jangan lakukan itu atau jangan dekati itu, karena berbahaya. 

Tapi setelah saya sapih dengan "paksa" itu, dia mulai malas diajak mandi, menolak memakai baju. Pokoknya serba nggak mau aja. Dan yang bikin hati makin nelangsa, bicaranya mulai terbata-bata malah menjurus ke gagap. Tidak lancar lagi seperti sebelumnya. Aaah, saya makin yakin nih anak stres berat karena saya jauhkan secara paksa dari nenennya. Jadi, saya batalkanlah niat untuk buru-buru menyapih. Saya biarkan dia nenen seperti biasa. Awalnya, Narend kelihatan agak ragu, tapi dia kelihatan sangat bersuka cita. Saya juga bahagia melihat dia begitu senang karena boleh nenen lagi.

Sudahlah saya tidak mau terburu-buru menyapih dia lagi, biarlah semua berjalan alami. Toh berdasar artikel, dan berbagai referensi yang saya baca, tidak ada yang salah bila kita menyusui hingga lebih dari dua tahun. Tidak ada itu, istilah ASI basi (kalau basi anaknya juga nggak mau dong, kan nggak enak). Mau dibilang anak nggak mandiri, ya juga masa bodo. Narend sudah bisa makan sendiri, mulai pintar gosok gigi dan membuka baju sendiri, bukankah itu salah satu bentuk kemandiriannya? 

Saya kapok! Nggak lagi deh memaksakan anak kalau dia memang nggak siap. Anak-anak lain mungkin baik-baik saja saat disapih dengan cara cepat begitu. Tapi Narend beda, dia bukan anak-anak lain. Dia  anak saya yang kelihatannya butuh waktu agak lama untuk menyapih. Sekarang saya coba modifikasi cara menyapihnya. Narend tetap nenen, namun tempat dan waktu harus diatur tidak bisa lagi seenaknya seperti dulu. Saya makin rajin memeluk dia, saya berusaha menyampaikan bahwa nanti, kalaupun Narend nggak nenen sama Ibu lagi, Ibu tetap saya dan selalu ada buat Narend. 

Hampir satu bulan sejak saya mulai menyapih, dan kini Narend hanya boleh nenen di kamar kami saja. Itupun saat Romonya tidak ada. Narend juga rutin minum susu UHT dan saya mulai biarkan untuk mencoba susu formula. Jadi sekarang dia mengonsumsi aneka susu. Ya ASI, susu UHT dan Sufor. 

Sayang, butuh kerja keras dan waktu agak lama supaya nafsu makannya bisa kembali seperti dulu. Dan bicara gagapnya kadang masih muncul walau seminggu ini kelihatan lebih lancar dan mulai cerewet seperti sediakala. Aduh menyesalnya saya, besok-besok harus jadi peringatan penting buat saya bahwa memaksakan hal ke anak, meski itu hal yang baik sekalipun, hanya membuat luka pada anak.Besok-besok, saya harus ingat baik-baik bahwa ada cara bijak dan halus untuk membuat anak berlaku sesuai yang kita inginkan.

Tidak ada komentar